Siang
kemarin panas terik matahari membuat sekujur tubuh dilumuri oleh keringat.
Tenggorokan kering, yang di inginkan hanyalah seteguk minuman dingin segar.
Seorang fakir yang kedua kakinya tak utuh lagi duduk di persimpangan jalan
Soekarno Hatta-Buah Batu, dengan menjulurkan tangan kepada para pengendara
berharap akan ada yang mengasihinya.
Itulah
fenomena yang saya lihat ketika melewati jalan tersebut. Terik panas matahari
yang berada tepat dikepala tak membuatnya menyerah hanya untuk recehan uang
demi mengisi perut kosongnyadan menyegarkan tenggorokan keringnya. Tak pelak
perasaan iba datang menghampiri ketika melihat keadaan ia yang seperti itu. Tak
lama pengendara lain yang sedang menunggu lampu lalu lintas memberikan selembar
uang kertas. Dilihat dari raut muka pengemis tersebut, adanya secercah harapan
untuk sekedar menyegarkan tenggorokannya.
Indonesia
kaya akan sumber daya alam di berbagai pelosok, mulai dari sabang hingga
merauke. Banyak kandungan alamnya yang bisa di manfaatkan dan di jadikan lembar rupiah. Di samping itu banyaknya
sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan menjadikan manusia agar lebih cerdas
dalam mengelola kekayaan alam Indonesia.
Namun
ironisnya di balik kekayaan alam yang melimpah itu, masih banyak penduduk yang
tidak bisa ikut menikmati hasilnya. Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak
ketiga memunculkan banyak masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Menurut
Badan Pusat Statistika, penduduk indonesia mencapai 235.556.363 jiwa. Sensus
yang dilakukan 2010 silam menyatakan masih banyak kemiskinan yang terjadi di
Negara kita ini.
Terbelakang
akan pendidikan, minimnya aspek kesehatan, sempitnya lowongan pekerjaan dan
banyak lagi masalah-masalah yang membuat kondisi penduduk Indonesia semakin
terjepit dan terhimpit akan kemiskinan.
30.018.930 atau 12.49% dari penduduk Indonesia mengalami
kemiskinan. Ironis sekali keadaan penduduk kita dibawah tekanan dan penderitaan
atas kandungan mineral yang melimpah. Hanya untuk sesuap nasi pun mereka para
wong cilik harus membanting tulang dan berburu uang agar tetap bisa menjalani
kehidupan.
Para
pengemis, kaum, miskin, fakir inilah yang menjadi tugas semua pihak tak hanya
Negara untuk lebih membuka tangan agar orang-orang seperti mereka bisa
terpelihara dan berkehidupan lebih layak.
Di
lain tempat siang kemarin sekitar kawasan Manisi-Cibiru terlihat lagi sosok
pengemis dengan raut muka yang memprihatinkan dan berbicara gagu, tebata-bata.
Laki-laki paruh baya tersebut menghampiri para pengunjung yang sedang menikmati
makanan di salah satu warung bakso di daerah tersebut.
Dengan
bicara terbata-bata, pengemis tersebut memberikan simbol dengan mengulurkan
tangannya dan memasukan tangan ke dalam mulut yang berarti ia meminta makan.
Perasaan iba pun menghampiri pengunjung yang sedang menyantap hidangan bakso.
Tak tahan melihat keadaan lelaki tersebut, salah satu pengunjung menghampirinya
dan memberikan uang.
Banyaknya
para peminta bukan menjadi faktor penghambat dalam kemajuan Negara kita ini,
melainkan salah satu bentuk bagaimana kita bisa saling menghargai dan menolong
kepada sesama.
Hal
itu tercermin pada pembukaan undang-undang dasar (UUD) bahwa kaum miskin, yatim
piatu dipelihara oleh negara. Akan tetapi tidak hanya Negara yang harus
mengurusi hal seperti diatas. Melainkan kewajiban semua masyarakat Indonesia
untuk lebih peduli kepada sesama terutama kepada kaum miskin.
Kepedulian
antar sesama menjadi salah satu tolak ukur kemajuan dalam memberdayakan sumber
manusia. Memberikan selembar uang atau recehan tidak akan membuat seseorang itu
menjadi jatuh miskin. Maka dari itu apa salahnya mengamalkan sedikit harta kita
untuk kaum miskin yang hanya mencari bagiannya dari harta orang lain.***

***Amarulloh Hadiyono /
Jurnalistik A/IV
0 komentar:
Posting Komentar