Beragam cara telah
diupayakan agar pendidikan di Indonesia
ini bisa lebih baik dan lebih baik lagi. Namun apalah daya, pendidikan di
Negara kita ini masih jauh di atas rata-rata. Bahkan bersaing dengan
Negara-negara tetangga pun, pendidikan di tanah air ini belumlah seperti apa
yang diharapkan dan mencapai apa yang di cita-cita bangsa Indonesia seperti yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Dalam
Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara (Pasal 1 Ayat 1), dan Pendidikan Nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (Pasal 1 Ayat 2).
Boleh
dikata Undang-undang diatas merupakan cita-cita yang diharapkan bisa terwujud. Namun,
masyarakat Indonesia sendirilah yang harus mewujudkan cita-cita tersebut.
Disamping itu kontribusi pemerintah diharapkan agar bisa lebih maksimal dalam
memprioritaskan pendidikan. Mulai dari standar sarana dan prasarana, standar
kelulusan, kebijakan-kebijakan, proses dalam pendidikan, pembiayaan, penilaian,
hingga ketenaga kerjaan seorang pendidik.
Yang
lebih menarik perhatian yakni sarana dan prasarana dalam proses pendidikan.
Bisa kita lihat masih banyak sekali gedung sekolah di Indonesia yang masih
belum sesuai dengan standar bangunan kebijakan pendidikan, hal ini mungkin
karena kurang merata pembangunan infastruktur untuk memfasilitasi pendidikan di
Indonesia. Keadaan seperti itu tidak sesuai dengan Permendiknas Nomor
24 Tahun 2007.
Kemanakah
anggaran yang telah ditetapkan untuk menunjang sarana dan prasarana demi
melancarkan proses pembelajaran para peserta didik ? Setiap satuan pendidikan
wajib memiliki prasarana yang memadai meliputi lahan, ruang kelas, ruang
pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Hal
tersebut tidak banyak kita jumpai ketika kita menengok ke daerah-daerah yang
letaknya jauh dari kota. Banyak sekali di daerah-daerah terpencil yang masih
belum bisa menikmati anggaran untuk sarana dan prasarana pendidikan. Seharusnya
infrastruktur seperti inilah yang lebih perhatikan mengingat bahwa pendidikan
adalah sesuatu yang diperlukan agar sumber daya manusia di Negara kita ini
lebih berkualitas. Dengan tempat dan infrastuktur yang lebih memadai peserta
didik bisa lebih berkonsentrasi dalam menimba ilmu.
Dalam
konstitusi Negara Indonesia, Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 amandemen
keempat Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan, pasal 31 ayat 4 menyatakan
bahwa, “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.” Dari segi anggaran yang telah ditetapkan, institusi
pendidikan di Indonesia seharusnya layak mendapatkan ruang belajar yang memadai
dari anggaran tersebut.
Hal
tersebut menjadi tugas semua pihak dengan memberdayakan peserta didik untuk
lebih mengoptimalkan proses pendidikan dengan segala fasilitas yang memadai.
Atau hal tersebut bahkan menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah anggaran
tersebut sampai ke tangan yang orang-orang yang benar ? Orang-orang yang lebih
bisa mengoptimalkan anggaran dan
memprioritaskan hanya untuk peserta didik.
Mulai
dari bantuan operasional sekolah, beasiswa-beasiswa, hingga penghargaan yang
diberikan pemerintah kepada peserta didik yang berprestasi apakah hal tersebut
bisa benar-benar dinikmati oleh para peserta didik. Posisi strategis dalam
pemerintahan telah menjadikan oknum-oknum dan golongan berkuasa mendapatkan
keuntungan berlebih, terutama kekuasaan dan harta kekayaan. Dengan mengorbankan
hak-hak para peserta didik para oknum pengelola anggaran, bantuan operasional
tak ibanya mensabotase apa yang seharusnya menjadi hak para peserta didik dan
lebih berhak menikmati anggaran, bantuan opersional tersebut.
Hal
inilah yang sebenarnya mesti diwaspadai oleh seluruh warga negara, terutama
insan pendidik, para intelektual, bahwa kebijakan-kebijakan pendidikan khususnya
untuk anggaran sarana dan prasarana yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak
selalu murni untuk kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia.
Disamping
fasilitas yang kurang merata dan kurang memadai, ada persoalan yang tidak kalah
pentingnya yakni proses pendidikan peserta didik itu sendiri. Adanya stigma
bahwa peserta didik di Negara kita ini lebih mementingkan nilai di atas kertas,
mengakibatkan kualitas peserta didik tersebut menjadi turun, padahal hal
tersebut bukanlah segalanya. Menghalalkan segala cara demi mendapatkan hasil
yang maksimal salah satunya kasus contek mencontek. Hal tersebut sudah lumrah
dilakukan sebagian besar peserta didik.
Apakah
standar kelulusan yang telah dicanangkan oleh pemerintah terlalu membebani para
peserta didik ? Hal inilah yang harus dibenahi oleh pengelola standar proses
pembelajaran. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang
dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh
seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian
yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi
sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi
Kepribadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial.
Disamping
itu para pendidik haruslah memiliki chemistry yang baik untuk para peserta
didik. Diharapkan agar peserta didik tidak terbebani dengan standar kelulusan
yang terus meningkat demi menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun
pada kenyataannya masih banyak para pendidik tidak lebih berkontribusi untuk
kemajuan para oeserta didik.
Disamping itu, peserta didik harus lebih
memaksakan diri agar kehidupannya kelak tidak sia-sia. Enstein mengatakan
“Bahwa kegilaan : melakukan sesuatu dengan cara yang sama, tapi dengan tekad
agar hasilnya berbeda”. Artinya di Negara mana pun proses pembelajaran memang
sama namun bagaimana caranya agar kita bisa mendapatkan hasil yang lebih dan
berbada dari Negara lain. Dan hal tersebut memang butuh merubah pola demi
kemajuan pendidikan di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar